Apresiasi Seni – UKM BKKT UNS

Rabu, 12 Februari 2020 | Teater Arena Taman Budaya Jawa Tengah
Tari Ins Spesial adalah tari yang dikoreograferi oleh Dwi Mahendra atau biasa dipanggil Palu. Karya ini ditampilkan pertama kali sebagai tugas akhir Palu untuk ujian koreografinya di tempat dia menempuh ilmu, kemudian ditampilkan kembali dalam acara Tidak Sekedar Tari #64 pada 12 Februari 2020 di Teater Arena Taman Budaya Jawa Tengah. Ins Spesial adalah karya yang cukup menarik karena pemeran dari tari ini adalah anak-anak penyandang disabilitas (tuna grahita) Kelompok SLB A Kota Surakarta. Di bagian awal tarian sudah ditampilkan sebuah cerita lucu dari koreografinya yaitu adanya komunikasi salah satu penari kepada penonton dengan mengucapkan kalimat-kalimat sapaan yang disampaikan dengan suara yang keras. Musik yang digunakan di awal koreografi adalah musik modern yang bernuansa ragu ditambah dengan koreo penari pertama dengan memutari panggung. Di bagian ini penonton dibuat seakan-akan menebak apa yang akan ditampilkan. Kebingungan ini membuat sebuah kesan tersendiri terhadap karya ini karena memunculkan banyak pertanyaan dalam hati penontonnya.
Tarian kemudian dilanjutkan dengan masuknya pemain kedua dengan koreografi seperti gerakan pencak silat. Di bagian ini penonton dibuat terpukau dengan penampilan penari tersebut dengan kekuatan kaki dan bentuk kaki yang unik dan maksimal. Setelah bagian ini selesai kemudian masuklah banyak penari baik laki-laki maupun perempuan yang semuanya merupakan anak-anak. Mereka menarikan gerakan yang ada pada koregrafinya namun ditampilkan dengan berbeda-beda dan khas antara penari satu dengan yang lain. Perbedaan ini memberi kesan adanya sebuah ganjalan ataupun kekurangan yang ada di penari-penari tersebut. Mulai di bagian ini sudah terasa bahwa penari-penari tersebut memiliki kekurangan.
Penari-penari tersebut kemudian keluar panggung dan tidak lama penari yang seluruhnya perempuan masuk ke panggung diiringi musik modern dari Black Pink yang berjudul dududu. Ada kesan lucu di bagian ini karena masing-masing penari satu persatu masuk ke panggung dengan bergaya layaknya model. Setelah seluruh penari perempuan masuk mereka kemudian melakukan koreografi semacam dance secara bersama-sama dan ada pula bagian tarian individu. Ketika musik selesai kemudian para penari langsung berlari ke luar panggung. Di bagian ini penonton semakin dibuat yakin dengan kekurangan penari dengan ekspresi dan tingkah laku mereka. Tarian kemudian dilanjutkan dengan munculnya penari-penari laki-laki dengan cara masuk yang sama seperti penari sebelumnya yaitu dengan bergaya layaknya model. Ada dari mereka yang bergaya seperti tantara yang sedang memegang pistol ada pula yang menutu alisnya seperti sedang mengintai musuh. Koreografi di bagian ini seperti mengisyaratkan cita-cita mereka namun juga mengisyaratkan tentang usia mereka yang masih anak-anak dan suka bermain. Penonton dibuat tersenyum karena melihat tingkah dan wajah lucu mereka.
Setelah bagian ini selesai, kemudian seluruh pemain masuk ke panggung dan mereka menarikan sebuah tarian dengan musik halus. Pada bagian ini ada penonton yang kemudian menangis terharu karena tersentuh hatinya. Tarian yang mereka tarikan seperti mengisyaratkan “Ins Spesial” yang mereka miliki. Mereka seperti terlihat melihat ke kanan dan kiri dan terkadang lupa dengan koreografi yang harus dilakukan. Bagian ini merupakan bagian paling menyentuh hati dan bisa dikatakan pesan yang disampaikan sangat tersampaikan. Setelah selesai bagain ini kemudian musik berganti menjadi musik hip-hop yang dipandu langsung oleh koreografer mereka yaitu Palu. Uniknya dibagian ini, koreografer secara langsung memandu tari dengan berbagai macam kode yang ia lakukan dengan jari kanannya. Penonton dibuat terpukau dan ikut merasakan seberapa sulitnya proses latihan mereka. Kode jari yang dilakukan oleh Palu sembari melakukan koreografi yang diinginkan jika dibandingkan dengan koreografi para penari sering sekali berbeda dan ini malah memberi sebuah pesan tersendiri tentang kesabaran koreografer saat proses latihan mereka.
Baju putih yang mereka gunakan seperti menimbulkan kesan suci dan bersih dan semakin mendukung proses penyampaian pesan tarian ini. Tarian kemudian ditutup dengan hormat para penari yang setelahnya langsung memeluk koreografer mereka. Di hadapan penonton mereka melakukan jargon mereka dengan menyatukan tangan mereka ke tengah bersama-sama. Penonton dibuat merasa terharu dengan karya ini dan banyak apresiasi yang disampaikan. Banyak kalangan seni yang memberi komentar positif terhadap karya ini karena dinilai merupakan karya yang langka dan dirasa perlu muncul karya serupa untuk ke depannya (bkkt20).