
Tari Jemparingan adalah salah satu karya seni tari tradisional dari Surakarta yang diciptakan pada tahun 1979 oleh Sunarno Purwolelono, dengan iringan karawitan yang digubah oleh Blacius Subono. Tarian ini mengangkat tema perjuangan dan kegagahan prajurit dalam mempersiapkan diri menjaga ketenteraman negara. Dalam Tari Jemparingan, para penari menggambarkan prajurit yang sedang berlatih menggunakan senjata tradisional seperti gendhewa, sebuah busur panah khas, dan keris sebagai simbol keahlian bela diri. Tarian ini menjadi cerminan semangat ksatria yang bertanggung jawab dalam melindungi dan mempertahankan kedamaian.
Tari Jemparingan termasuk dalam genre tari wireng, yaitu jenis tarian yang mengisahkan keprajuritan dan memperlihatkan latihan atau pertempuran sebagai inti gerakannya. Ciri khas dari genre wireng terlihat jelas dalam tarian ini, di mana dua penari tampil berpasangan dengan gerakan yang terkoordinasi, saling melengkapi, namun tidak bertujuan untuk saling mengalahkan. Pola gerak dalam tarian ini menonjolkan keselarasan dan kerja sama antara pasangan penari, menekankan nilai-nilai persahabatan dan disiplin yang menjadi dasar dalam kehidupan prajurit.
Selain dari gerakannya, keindahan Tari Jemparingan juga tercermin dalam riasan dan busana yang digunakan oleh para penarinya. Kostum mereka dirancang identik, mencerminkan kesetaraan antara pasangan penari. Warna-warna khas Jawa seperti cokelat, emas, dan hitam sering mendominasi, yang melambangkan kekuatan, kebijaksanaan, dan keberanian. Aksesoris seperti ikat kepala, selempang, dan ornamen khas Jawa menambah kesan elegan dan gagah dalam pertunjukan tari ini.
Iringan musik dalam Tari Jemparingan menggunakan gamelan Jawa dengan gendhing-gendhing khusus yang dirancang untuk menyesuaikan dinamika gerak tarian. Irama gamelan yang tegas dan teratur mendukung suasana latihan prajurit yang penuh semangat. Musik ini tidak hanya berfungsi sebagai latar suara, tetapi juga menjadi panduan ritmis yang membantu penari dalam menyelaraskan setiap gerakan mereka.
Tari Jemparingan memiliki makna filosofis yang dalam. Tarian ini menggambarkan pentingnya keseimbangan antara kekuatan fisik dan pengendalian emosi dalam menjalankan tugas sebagai prajurit. Latihan dengan senjata seperti gendhewa dan keris melambangkan kesiapan fisik, sementara gerakan yang harmonis dan saling melengkapi menunjukkan pentingnya kedamaian dan kerukunan dalam menjaga ketertiban.
Hingga saat ini, Tari Jemparingan masih sering dipentaskan dalam berbagai acara seni dan budaya, baik di tingkat lokal maupun nasional. Tarian ini tidak hanya menjadi hiburan, tetapi juga menjadi sarana pelestarian nilai-nilai luhur budaya Jawa. Dengan memadukan gerakan yang indah, iringan musik yang khas, serta pesan filosofis yang mendalam, Tari Jemparingan terus menginspirasi generasi muda untuk menjaga dan menghormati warisan seni tradisional Indonesia.
Untuk referensi dan praktik yang lebih jelas, bisa langsung menuju link youtube berikut :
https://youtu.be/qP1wPu3ca7c?si=XDNXWH3rJwuUwgcQ