You are currently viewing APRESIASI – SENI DAPUR BUNYI

APRESIASI – SENI DAPUR BUNYI

Seni merupakan suatu bentuk ekspresi manusia yang memiliki keindahan dan keunikannya tersendiri. Kecintaan terhadap seni dapat diwujudkan melalui apresiasi seni. Dalam upaya meningkatkan apresiasi seni di kalangan mahasiswa, beberapa acara seni dapat diadakan. Pada tanggal 20 Maret 2023, Bidang 1 Ormawa Kesenian Tradisional BKKT UNS telah menyelenggarakan apresiasi seni. Apresiasi seni ini berupa menonton Acara DAPUR BUNYI 2023 oleh Hima Karawitan ISI Surakarta. Pementasan ini berlangsung mulai pukul 19.00 WIB. Acara ini diselenggarakan di Teater Besar Gendhon Humaradhani ISI Surakarta. Dihadiri oleh 8 orang peserta dari BKKT UNS. 

Acara DAPUR BUNYI 2023 berisi menjadi tiga kegiatan utama. Kegiatan pertama yaitu Pentas Karya Mahasiswa Karawitan. Acara yang kedua yaitu forum diskusi. Acara yang terakhir yaitu Pentas Kolaborasi Mahasiswa Fakultas Seni Pertunjukan. 

Kegiatan yang pertama yaitu pentas karya mahasiswa karawitan. Menghadirkan 3 grup penampil dengan konsep yang berbeda-beda. Penampil pertama membawakan karya yang berjudul “Etanan”. Menampilkan berbagai kesenian yang ada di daerah Jawa Timur, seperti jaranan, reog, ganongan, ludruk, remo dan lain-lain. Kesenian yang banyak itu dipadukan dalam satu pementasan. Krisna sebagai komposer mengusung perihal ini dikarenakan pengalaman yang dialaminya. Sebagai orang yang berasal dari daerah Jawa Timuran, kesenian yang ada 

disana banyak disebut sebagai kesenian kulonan dan kesenian yang ada di daerah Surakarta sebagai kesenian etanan. Tetapi hal ini berbanding terbalik saat dia berada di Surakarta. Kesenian Jawa Timuran banyak disebut sebagai kesenian wetanan. Pementasan ini membuka wawasan baru terhadap kesenian yang ada di luar Jawa Tengah. Keterampilan komposer dalam memadukan berbagai kesenian dipadukan menjadi satu pementasan membuat penampilan ini menarik. Para pemain bermain sangat kompak dan padu.

Grup yang kedua membawakan tema yang berjudul “Empiris Dalam Kehidupan”. Komposer grup ini bernama Panji. Dia mengangkat tema itu karena dia ingin menceritakan kembali pengalaman-pengalaman yang telah terjadi pada  dirinya dan orang-orang disekitarnya melalui pertunjukkan seni karawitan yang sangat apik. Cara bermain bonang pada penampilan ini seperti cak dan gambang bermain seperti cuk pada keroncong. Hal ini membuat permainan semakin variatif. Sindhen juga melantunkan nadanya sangat baik dan indah.

Grup yang terakhir pada kegiatan pertama digawangi oleh Hanan sebagai komposernya. pementasan ini hanya menyertakan tiga pemain. Alat yang digunakan juga hanya gender barung, gender penerus dan slenthem. Hanan menceritakan bahwa gender pada dasarnya hanya mengikuti pakem. Tidak ada perkembangan pada pola permainan gender. Bahkan pola permainan gender hanya mengikuti pakem slendro dikarenakan pola pakem pelog belum ada. Tetapi pada saat dia mengulik banyak tentang gender, dia menemukan bahwa dalam suatu notasi yang sama gender dapat menggunakan pola yang berbeda. Pola yang pertama gender bermain dengan pola turun, tetapi di saat tertentu dengan notasi yang sama gender bermain pola naik. Ternyata setelah diselidiki, alasan gender bermain dengan pola naik dikarenakan setelah itu gamelan yang lain memainkan notasi yang naik juga. Hal seperti ini membuat Hanan takjub akan betapa kompleks dan rumitnya seni karawitan. Hanan akhirnya mengangkat tema “Slendro Nyuro”. Dikarenakan pemain hanya 3 orang, tetapi membuat pementasan ini menjadi pembeda dengan yang lain. Alunan gender dan slenthem sangat selaras dan padu. Pola yang cepat dan nonstop membuat penonton terkesima dalam menonton pementasan ini.

Kegiatan yang kedua merupakan forum diskusi. Forum ini dipandu oleh Miftah. Forum diskusi ini dihadiri oleh dua pembicara terkenal yang berkecimpung di dunia seni. Pembicara pertama yaitu Bapak Purwa Askanta dari Dosen Prodi Karawitan dan Bapak Wahyu Thoyyib dari Dosen Prodi Karawitan. Forum ini berlangsung selama 45 menit dengan melibatkan 3 komposer penampil pada kegiatan sebelumnya dan seluruh penonton pada acara tersebut. Forum yang dibawakan mengajak seluruh penonton yang hadir saat itu ikut berfikir dan aktif dalam bertanya. Pembicara yang kompeten menjadikan semua penonton mendapatkan hal-hal dan ilmu yang baru. 

 

Kegiatan yang terakhir merupakan Pentas Kolaborasi Mahasiswa Fakultas Seni Pertunjukan. Tema yang diusung pada pentas kolaborasi ini adalah “Kebersamaan Dalam Keberagaman” atau dalam bahasa jawa disebut “Nyawiji Sajroning Mawarni”. Dimas Wahyu Prasetyo dan Kristantyo Dwi Prasetyo merupakan sutradara dibalik gagahnya pementasan ini.

Pementasan ini berisi kolaborasi antara seni pedhalangan, seni karawitan, seni tari. Diksi-diksi yang indah dan penuh makna menambah keharmonisan. Kelir yang berbentuk setengah lingkaran ditempatkan pada puncak atau panggung paling atas. Menampilkan banyak bayangan wayang yang saling muncul dan menghilang. Sesekali terdapat petuah yang sampaikan. Para pengrawit dan sindhen sangat menikmati dalam menampilkan pementasan. Kesan pertama yang ditampilkan dalam penampilan ini adalah ditambahkannya alat musik modern menambah suara-suara yang berbeda. Sandosan menambahkan kesan mewah. Penari lalu lalang dengan berbagai pola yang berbeda-beda dan tidak kaku membuat pertunjukkan ini tidak monoton. Sebagai orang yang ‘awam’ penyajian karawitannya sangat menarik dan irigannya membuat panggung terlihat hidup dan dapat dinikmati.